Thursday, November 28, 2013

puisi horison


Catatan Kebudayaan

Cecep Samsul Hari
Manifasti Nyamuk


Sikapku selalu mendua kepada kalian
Hormat karena dibandingkan kakekku adam usia kalian lebih purba
Sebel karena kalian diam-diam necuri darahku,
Darah isteriku,dan darah anak-anakku

Aku ingat Gandhi membiarkan rubuhnya kalian dijadikan  sumber nutrisi
Suatu hari bertahun – tahun silam kudiskusiakan sikap sang Mahatma
Dengan  Memanor,kritikus seni rupa

Almarhum sahabatku itu berkata:
Saya pengagum Gandhi
Tapi bila menggigitku
Nyamuk akan ku tepuk
Sampai mati!

Di rumahku ada racun nyamuk cair,racun nyamuk bakar,racun nyamuk listrik
Aku tanam di komputerku perangkat lunak antinyamuk
Yang menghasilkan suara di atan 16.000 sampai 20.000 Hertz
Ultra suara itu melebihi kemampuan dengar manusaia
Dan konon akan menghalangi alian terbang
Dan membuat kalian pingsan
Gak ngaruh tu,tak juga mempan

Kalian lebih kuan dari rezim Zionis,Khamer Merah,dan Myanmar
Kalian lebih abdi dari Hilter,Stalin,dan mussolin

Kantor kami,majalah Horison di Galursari,kalian jadikan sarang
Dan Pak Ano sopir setia kantor  kami
Yang tak pernah mengeluh soal jam kerja dan gaji
Bertahun – tahun setiap malam kalian jadikan bulan-bulanan

Selalu menjelang senja,kamar kerjaku di serbu kalian
Kadang-kadang kalian datang pagi-pagi benar
Sebelum aku sempat sarapan
Benar-benar tidak sopan

Anak-anakku pernah kalian buat jadi korban demam berdarah
Karena kalia istriku 11 hari dirawat di rumah sakit
Dan membuatku cemas dan uringan-uringan

Rupanya kalian belum pusa melihatku menderita
Kalian beri aku hadiah cikungunya pula

Belum ada penelitian holistik sejak indonesia merdeka sampai kutulis manifasto ini
Berapa banyak korban mati karena filarisis,demam kuning
Demam berdarah,cikungunya,dan malaria
Kalian mungkin mangga dengan  fakta historis ini:
Kalian sudah membuat Hippocrates di abad ke – 4 sebelum Masehi
Dan menjadi ancaman buat peradaban awal Mesir,Timur Tengah dan cina
Dalam semua perang yang terjadi dia abad ke – 20 Masehi
Lebih banyak serdadu yang mati karena malaria dan bukan karena peluru
Namun kalian juga yang mengantar Sri Ronaldo Ross meraih Nobel Kedokteran
Karena menemukan parasit malaria di tubuh anggota puak kalian
Sang betina jalang Anopheles

Aku sering membayangkan seandanya kaian sebesar gajah
Dan tubuh kaian sama tinggi dengan jerapah
Dan otak kalian sama lincahnya dengan kami,manusia
Tentulah kalian akan berada di puncak rantai makanan
Dan seperti buah badam busuk dari kaum kami
Kalian akan membuata kerusakan di muka bumi

Bumi akan menjadi medan tempur antara kami dan kalian
Mungkin kalian yang akan muncul sebagai pemenang
Mungkin kalian yang akan muncul sebagai pemenang
Siapa tahu ?

Tahukah kalian ?
Dalam pertempuran abadi itu aku akan memimpin perang greliya
Melawan kalian
Aku akan belajar kepada pejuang Vietkong
Aku akan belajar kepada Castro dan Ernesto Guevara
Aku akan belajar kepada Mao Zedong
Aku akan belajar kepada ahli strategi perang greliya
Jendral Besar Abdul Haris Nasution

Akan ku bakar terus semangat para pejuangku
Bukan dengan puisi meklainkan denagn selogan-selogan keramat ini:
Raew-rawe rantas ,malang-malang putung!
Uing atawa maraneh nu modar!
Esa hilang dua terbilang!
Yes,we can bet you , stupid!
Merdeka atau mati !
Man iiber alles!

Wahai kalian musuh bersama umat manusia
Besar atau kerdil tubuh kalian
Menguras bak mandi atau pengasapan
Bukan itu soalnya
Bukan itu duduk perkaranya

Karena kalian ribuan tahuan telah menghisap darah kami
Karena kalian ribuan tahuntelah menjadi vampir bangsa kami
Kalialah biang teror sesuangguhnya

Nyaho teu ?
Kalian teh,teroris,bloody hell!
Kalian lah buronan CAI sebenarnya

Di Guantanamo,di Guantanamo,
Disitulah kalian seharusnya

Hari ini dan seterusnya kunyatakan perang kepada laian
Hari ini dan seterusnya kunyatakan perang kepada laian


Kalian bisa pegang janjiku ini ;
Akan ku lakukan kalian sebagai lawan sejati
Dan musuh yang tetap ku hormati
Bagaimanapun di peradaban sempit ini
Kalian yang lebih dulu menghuni bumi

Cimahi,2010




Puisi

Ahda Imron

Santolo

1
Jauh dibawah batu-batu  karang mungkin suaramulah yang bergaung.Naik ke permukaan air.Menguap dan membaut burung-burung oleng.Pasir menghembus dan menyerbu kakiku,menyerupai lapisan kabut.Dalam pikiranku ada selalu yang tak bisa aku selamatkan yaitu,meluapkan suaramu.Suara yang terus membuatku pergi dari setiap sebelum tahu bahwa tempat itu memiliki sebuah makna.

2
Di pulau kecil,di mulut sebuah tanjung
Ku biarkan ingatanku terurai.Bayanganmu menempel di telapk tanganku,di pepohonan bakau,di lenggang angi pada gerak pelan sebuah jembatan gantung.Ombak memasuki tanjung,menjauhi laut,mencari-cari nama mu diantara tebing-tebing karang.Sambil menyelamatkan pecahan-pecahan tubuhmu,kujahui gelagat hujan yang datang dari arah dermaga.Angin yang kasar menderu di sekeliling pulau.

3
Di pesisir muara tubuhku menjadi malam dengan gelap yang lebih sempurna dari kulit tubuhmu sepsang matamu bedegup dalam pikiranku,sedang suaraku terbenam dalam pasir.Kuingat kembali sebuah kota dan gedung-gedungnya yang kelabu.Disitu orang-orang menyebut namamu seolah menyebut sebuah nama dari peristiwa masa lalu yang kurang menyenangkan.Disini dan kini,setiap kali kusebut namamu mulutku dipenuhi cahaya panas

4
Baiklah.Jauh menyusuuri pantai aku sembayngkan tubuhmu.Kusempurnakan kewajibanku pada luka dan sebuah kesediahan sambil menari berrsama elang-elang laut.Membuat putaran di laut lenggang di sepanjang garis air di langit.Dalam cuaca samar seperti desis ular yang terusir,kudengar suaramu beranjak dari pesisir tanjung

5
Jauh dibawah batu-batu karang aku menyimpan pecahn tubuhmu........


2010



Puisi

Ahda Imron
Tentang mencintai dan kutukan-kutukanya

Aku telah memilih sebuah kutukan untuk memasuki tubuhmu.kejahatan yang paling menakjubkan yang tak pernah dikisahkan bayangan pada cahaya dan ruang.Tubuhmu bagaikan kata-kata.Jembatan gantung yang menghabungkan duian dan bagianya yang paing gelap.Aku sambil menyebrang sambil membersihkan noda darah di sela-sela kuku jari tanganmu

Siang-malam kureguk air-liurmu dan kuhafal benar susunan dan bentuk gigimu

Kucintai sepasang puting susumu yang tebal atau tanda hitam di lengan kananmu

Ke dalam tubuh mu kumasuki kutukan demi kutukan pintu gerbang berwarna ungu,kota yang mendengung,dan bau sisik ular.Kubiarkan kau menyerbu pikiranku menjadi penguasa dan membangun sebauh kerajaan  kejahatanku satu-satunya adalam mencintaimu.Rahasian menakjubkan yang tak pernah dikisahkan  pohon pada buhah dan ular yang bergelung didahanya

Lalu waktu mengutukku menjadi kata-kata jembatan gantung yang menghubungkan tubuhku dengan kutukan-kutukan berikutnya

Siang-malam kureguk air-liurmu memunguti kuku jari tanganmu yang berlepasan dan membersihkan tanda hitam di lengan kanan mu

2010




Puisi

Ahda Imron
Kepada Wahyuni Jatmiko


Aku belum berangkat sebelum tanah basah sebelum suara lonceng menggema ke dalam air sebelum hujan sampai ke suangai.sebelum sampai puisi ini padamu

Ini sepasang mataku ambillah sehingga kau bisa memandangku

Kulihat warna kesedihanku seperti nanah dan tulang.tapi perhatikan bagaimana aku bejalan .elayang atas rawa,asap,dan pohon-pohon putih.dengan sebuah hembusan angin mengurai tubuhku.kuhentikan senja dan sinar bulan untuk menyentuh bagian paling rahasia dari keindahan sebuah kota

Di daun-daun suaraku menjadi air

Sebuah tanah basah sebelum lonceng mengema ke dalam air sebelum hujan sampai ke sungai.sebelum puisi ini padamu

Ini tubuhku makanlah sehingga kekuatanku hidup dalam tubuhmu

2009-2010


Puisi

Ahmad David Kholilurrahman

Bertumpang Perahu Buku

Tumpang lah perahu buku,

Selengan pengayuh yang tak capai-capai
Setangan penyimpuh yang tak sampai-sampai
Seangan penyepuh yang tak sansai-sansai

Kubolak-balik laman kata
Yang tiap helai kalimat menjuntai belalai frasa
Tunggu disuling musafir dahaga,
Mampu dijeling mufassir bahasa

Yang diminum,jadi obat segala taubat
Menyeduh pahit empedu jadi manis madu

Pangkal berlayar,angin berhembus rincus
Seperti hembus yang rampus,memutus
Tari rantai luan kemudi,mengurai panjang unjut
Angan membekal jauh perjalanan ke laut maut

Mungkin, badai kantuk bertiup kencang,
Memukul gelombang sampai pelupuk pandang
Jauhkan jatuh liur ke galang bantal,
Sauhkan labuh dengkur ke batang sesal

Hiruplah,sesegar udara menguar
Di kedai-kedai kopi yang menghampar tikar
Hikayat bandar,siasat saudagar,riwayat pelayar
Yang tak memejam mata malam tukang cerita berihtisar

“Timba daku pergi ilmu,setawar sedingin pengetahuan membesuk sakit ziarah sejarah,memeluk tumit dakwah surah”

Cairo,22 Febuari 2010



Puisi

Ahmad David Kholilurrahman

Az-Zahir

Jika perahu berlayar,
Periksa lambung ketika bersandar,
Asin laut dan kelepak camar
Di tiang-tiang pelantar,memekar
Angan Al-kamar,sepasang tangan dirham-dinar
Yang melamar bazaar menjauh tersasar
Memusar hingar-bingar saudara,
Akan jangkar yang bertangar seluar destar
Menembus jantung pasar,
Siang menggelepar,bertukar bakar
Ke lambung paling lapar

Kububuh rindu paling suruh
Menciduk wdhuk khusuk
Yang sejuk,meresu-resuk
Yang bujuk,memeluk-meluk
Yang suluk,menakhluk-nakhluk

Di Plasa kota tua,
Aku berbaring setengah sadar,
Memasuk gemetar jemari kasar
Segulung roti gandum tawar,yang mengundang merpati berputar
Memikat lapar paling sabar?

“Makanlah,wahai burung-burung rajin berzikir,Hingga butir paling akhir”

Biarlah,aku bertahan air liur,sampai matahari tergelincir
Kekal waktu menyampir desir pepasir,
Kepada Az-Zahir,yang menulis syair
Perihal musafir fakir
Berpetualang melipir pikir
Menetal debu seribu menra,
Memintal riwayat papa ke dana
Sedakwat tinta,mengukir kalam bulu angsa
Mengenang kisah paling helah cinta
Yang surut umur,menyusur uzur kelemumur

Di laman tafakur,tetangga umur menyelur:
Syukur,syukur,sukur
Syukur,syukur
Syukur

Cairo,6 Febuari 2008




Puisi

Ahmad David Kholilurrahman

Memanjat Tangga Umur

Bangun tidur pagi hari,
Aku dingkas bangkit
Lari ke laman tafakur,
Memanjat tangga umur
Yang tak kutahu,
Sampai ke takah berupa uzur ?

Kutengok
Penuh khalayak mengetuk rumahku,
Yang tegak doyong,
Yang lepak tolong

Mereka memohon izin,
Menyalakan lilin
Di atas kue loyang bundar licin

Aku tak pernah mau di rayakan,
Seraya memohon maaf,Tuan dan Puan ?
Membuat dapur mereka jadi tersulur
Seperti mulut berkumur sirih dan kapur

Perihal umur yang kelak uzur
Mungkin,serupa gugur kelemumur
Ketiang jemur,ke liang kubur

Aku tahu,selalu ada yang memindai tahniah
Dari lubuk hati ke ceruk hari
Dari gubuk fakir ke sibuk zikir

Untuk untaikan mutiara mata
Yang bening
Yang kolam
Yang diam
Yang salam

Dari jauh seberang,kudengar dia nyanyikan:

“Sanah helwah,ya habibi
Sanah helwah,ya habibi
Sanah helwah,ya habibi”

Lalu,
Cemas
Lepas
Luncas

Memindai namaku yang tak penting!

Cairo,28 Januari 2010



Puisi

Ahmad David Kholilurrahman

Sabut Berlayar

Awak sabut mengajak berlayar
Ke seberang lautan

Kapan angin beribut,
Mengejar kabut bertukar kabar?

Tengojlah,
Siapa yang hanyutkan hulu
Ke muara ?

Denyutkan rindu
Ke asmara
Yang kibas-kibaskan
Saputangan,sepanjang
Pelantar yang melempar
Ingatan alkhamar,tentang dinar
Dan dirham yang mendendendam
Peluk di salam,ceritan pun loba

Siapa yang balutkan madu ke rimba?

Yang remas – remaskan
Satu angan,selayang
Pelamar yang memutar
Ingatan getar,tentang pasar
Dan laparyang mendendam
Pelupuk di malam,derita pun tuba

Awak samut mengajak berlayar
Ke sebrang lautan

Kapan angin buritan
Mengejar kabut bertukar kabar ?

Cairo,23 Januari 2010


Puisi

Ahmad David Kholilurrahman

Awak lah Melayu
Yang Jambi adalah Rumah Panggung

Muasalnya, adalah pangkal
Amsal yang kekal;

Awk sibak lagi
Laci lemari
Warna merah bungur,

Seperti luruh kelemumur
Berjatuhan dari tangga umur
Ke tiang jamur ,ke liang kubur

Asap yang meloloskan diri
Dari lubang dapur,
Jauh tersulur,
Mendasur sabur limur?

Ke ceruk Teluk Belanga
Awak berampan,menambat buhul
Sarung warna hijau pucuk katu,

Berpayung kopiah hitam,
Awak berlindung tempis hijau,

Yang hulu jatuh mendung
Jadi pengayuh,

Yang luan kemudian bertembung,
Jadi penyuruh

Gadis-gadis berbaju kurung
Ungu terung atau kuning lembung
khusyuk tengkuluk di tengkuk
merukuk patah rusuk
merasuk singgah peluk
ke palung rindu paling sejuk

Awak lah Melayu
Yang Jambi adalah rumah panggung

Melambung sabut kampung berlayar ke rabu jantung ?

Cairo,22 Januari 2010


Puisi

Ahmad David Kholilurrahman

Lang Kelik,Lang Sagungung

Anak-anak menjelma busur panah pendengar hikayat
Juga nak panah paling dhasyat;

Lang Kelik,Lang Sagungung
Hikayat mengantung
Di laman kanak-kanak kampung
Serata rumah panggung

Tentang ayam sereban
Terkurung murung
Tertelan sedu-sedan
Terkepung menung

Lang Kelik Lnag Sagunggung


Muncul anak muda jadi wira
Berbenteng dada
Hingga penghabisan darah

Temukan kampung yang murung ?

Memecah lambung
Mematah lambung
Menetah bingung

Adalah pada sarung
Yang karung

Adalah pada lesung
Yang buntung

Adalah pada lebung
Yang halung

Adalah pada tudung
Yang cekeung

Belum terkembang perahu dongeng
Ditiup angin kantuk teroleng-oleng

Anak-anak petah tanya,
Mentah kata ke ujung peta merah mata

Elang Kelik,lang sagungung?

Cairo,10 Januari 2010


Puisi

Ahmad David Kholilurrahman

Mengaji Maghrib,Menguji Khatib

Langit kelam
Bak kopiah hitam resam
Yang kau pandang dari dalam

Selegam malam
Sesuram surau
Selebam rantau
Sesilam pejam

Di bawah tudung lampu  minyak malap
Suara mengaji magrib,menguji kitab
Yang beranak bunyi
Yang berbiyak bunyi
Yang berpuak janji

Ia perbaiki buhul kebat kain sarung
Kotak-kotak hijau kangkung
Sekutung baju kurung ungu terung

Sebentang rehal,sehamparan musyafal
Di ujungnya,duri landak meletak
Jinak jarak huruf,harkat dan syakal

Suara mengaji magrib,menguji kitab
Yang beranak bunyi
Yang berbiyak bunyi
Yang berpuak janji

Kupasang daun kuping,
Menangkap hapal
Ribuan dengungan lebah
Sehabis maghrib
Melimpah-riuh
Sepanjang rumah panggung
Serata pecah kampung

Pelan-pelan menghilang,
Senyap terinjap-injap bilang
Tersisa satu dua tiga
Yang tak habis jumlah
Kuhitung jari tangan sebelah

Ke mana suara ribuan dengungan lebah
Sehabis maghrib melimpah –ruah?

Cairo,9 Januari 2010

No comments:

Post a Comment